- Back to Home »
- Miscellaneous »
- Makalah Syi'ah
Posted by : Unknown
Tuesday, April 7, 2015
I. PENDAHULUAN
Sejak masa
Rasulullah saw serta dua khalifahnya, yaitu Abu Bakar dan ‘Umar, belum pernah
ditemukan adanya satu golongan politik atau golongan agama yang memiliki banyak
pengikut, mempunyai karakter dan identitas khusus, dan memiliki target yang
jelas. Golongan itu baru muncul pada akhir masa kekhalifahan ‘Utsman. Mereka
adalah orang-orang Syi’ah yang sangat setia kepada Ali yang meyakini
kekhalifahan Ali didasarkan pada nash (ketetapan berdasarkan teks suci) dan
wasiat dari Rasulullah saw, baik yang disampaikan secara jelas maupun samar.
Menurut mereka, seharusnya imamah (tampuk kepemimpinan) itu diduduki oleh Ali dan keturunannya, serta tidak boleh lepas darinya. Jika terlepas, itu berarti disebabkan oleh kezaliman dari orang lain; atau karena taqiyah dari Ali sendiri. Imamah adalah rukun agama. Rasulullah saw tidak mungkin melupakan atau menyia-nyiakannya, dan tidak mungkin pula menyerahkannya kepada masyarakat umum.[1]
Menurut mereka, seharusnya imamah (tampuk kepemimpinan) itu diduduki oleh Ali dan keturunannya, serta tidak boleh lepas darinya. Jika terlepas, itu berarti disebabkan oleh kezaliman dari orang lain; atau karena taqiyah dari Ali sendiri. Imamah adalah rukun agama. Rasulullah saw tidak mungkin melupakan atau menyia-nyiakannya, dan tidak mungkin pula menyerahkannya kepada masyarakat umum.[1]
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Definisi Syi’ah
2. Pokok-pokok
Ajaran Syi’ah
3. Kelompok-kelompok
dalam Syi’ah
III.
PEMBAHASAN
A. Definisi Syi’ah
Sayyid
al-Hashyimy & Muhammad Iqbal dalam Buku Pintar Syi’ah: Pembela
Sunnah Nabi Atas Paham Ahlu Sunnah, mendefinisikan sebagai golongan Islam
yang mengikuti 12 Imam dari keluarga Rasulullah melalui keturunan Ali dan
anak-anaknya dalam semua urusan ibadah dan muamalah. Namun Syi’ah yang dimaksud
disini adalah Syi’ah Imamiah atau Ja’fariyah, bukan Syi’ah Ismailiyah atau
Zaidiyah karena mereka tidak meyakini hak kekhalifahan Ali dan keturunannya.[2]
Menurut Prof.
Dr. K.H. Sahilun A. Nasir, M.Pd.I, Syi’ah berasal dari bahasa Arab, artinya
pengikut atau golongan. Kata jamaknya Syiya’un. Dari sini Syi’ah dimaksudkan
sebagai suatu golongan dalam Islam yang beranggapan bahwa Sayyidina Ali bin Abi
Thalib ra adalah orang yang berhak sebagai khalifah pengganti Nabi, berdasarkan
wasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab
dan Utsman bin Affan adalah penggasab (perampas) kedudukan khalifah.[3]
Definisi yang
kedua ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Muhammad Jawad
Maghniyah, seorang ulama beraliran Syi’ah, dan Ali Muhammad al-Jurjani
(1339-1413), seorang Sunni penganut aliran Asy’ariyah, yang ditulis oleh
M. Quraish Shihab dalam bukunya “Sunnah-Syi’ah: Bergandengan Tangan!
Mungkinkah?” (Kajian atas konsep ajaran dan pemikiran).[4]
Golongan Syi’ah
ini terpadu padanya pengertian firqoh dan mazhab. Sebab mereka beranggapan
bahwa Sayyidina Ali ra dan anak keturunannya lebih berhak menjadi khalifah
daripada orang lain, berdasarkan wasiat Nabi. Masalah khalifah ini adalah soal
politik yang dalam perkembangan selanjutnya mewarnai pandangan mereka di bidang
agama.[5]
B. Pokok-pokok
Ajaran Syi’ah
Imamah dan
khalifah adalah asas terpenting bagi golongan Syi’ah dan dianggap sebagai
pembeda antara golongan Syi’ah dan golongan lainnya. Ada empat hal pokok yang
berkaitan erat dengan masalah imamah dan khalifah, yaitu at-Ta’yin wa
at-Tanshish (penentuan dan penunjukkan), ‘Ishmah (keterjagaan dari
perbuatan dosa), al-Mahdiyyah wa ar-Raj’iyyah (kebangkitan dan kebebasan
dari api neraka), dan at-Taqiyah (menyembunyikan ke-Syi’ah-an
seseorang). Berikut penjelasan dari masing-masing pokok ajaran Syi’ah:
1.
At-Ta’yin wa at-Tanshish
Syi’ah menganggap imamah bukan permasalahan publik yang diputuskan melalui
pemilihan umum. Terpilihnya seseorang menjadi Imam (khalifah) sesuai dengan
kapasitas yang dimilikinya. Karena itu, imamah adalah sesuatu yang prinsipil
dan merupakan rukun agama. Rasulullah saw tidak boleh melupakan atau
menyia-nyiakannya, dan tidak mungkin menyerahkan kepada masyarakat umum.
Sebaliknya, Rasulullah telah menentukan penggantinya (khalifah) dan menunjuk
Ali sebagai penggantinya, baik secara jelas maupun samar. Menurut Mahmud
Jawwad, Syi’ah mempunyai pandangan yang berbeda dengan golongan lain mengenai
masalah imamah. Bagi Syi’ah, imamah itu sudah ditetapkan penunjukkannya melalui
nash
(teks al-Qur’an atau Hadits) dari Nabi saw. Beliau juga tidak diperkenankan melupakan nash tersebut dan menyerahkan urusan imamah sesuai pilihan umat.
(teks al-Qur’an atau Hadits) dari Nabi saw. Beliau juga tidak diperkenankan melupakan nash tersebut dan menyerahkan urusan imamah sesuai pilihan umat.
2.
Ishmah
Syi’ah
berpendapat, para imam seperti para nabi yang setiap langkah hidupnya dijaga
oleh Allah swt. Mereka meyakini, bahwa para imam tidak pernah melakukan dosa,
baik dosa besar maupun dosa kecil, dan tidak pernah melakukan kekeliruan atau
kealpaan.
Mahmud Jawwad
mengatakan, “Syarat bagi hakim yang berhak menguasai urusan dunia dan akhirat
adalah hendaknya ia terjaga (ma’shum) dari kesalahan dan kekeliruan dalam ilmu
dan amalnya; atau orang yang mendapat restu dari imam yang ma’shum karena
dianggap memiliki ilmu yang mendalam dan akhlaknya baik. Jika kriteria-kriteria
tersebut tidak terpenuhi, maka ia tidak berhak memutuskan hukum atas nama Allah
dan agama.
3.
Al-Mahdiyyah wa ar-Raj’iyyah
Syi’ah meyakini
bahwa al-Mahdi adalah imam yang kedatangannya sangat dinanti untuk menegakkan
keadilan di muka bumi. Orang generasi pertama yang meyakini adanya ruj’ah
(kembalinya orang mati ke dunia) adalah Abdullah bin Saba’. Ia meyakini bahwa
Nabi Muhammad saw akan kembali ke dunia setelah kewafatannya. Banyak juga orang
Syi’ah Imamiah yang mempunyai keyakinan seperti ini. Mereka mengira bahwa Nabi
Muhammad saw, Ali, Hasan, Husain, imam-imam lainnya, serta rival-rival mereka
seperti Abu Bakar , Umar, Utsman, Muawiyah,dan Yazid , semuanya itu akan
dikembalikan hidup ke dunia setelah munculnya Imam Mahdi. Kemudian orang-orang
yang memusuhi para imam, merampas hak kekhilafahan dari tangan para imam, dan
membunuhnya, maka akan disikasa. Setelah penyiksaan itu selesai, mereka akan
dimatikan lagi, baru dibangkitkan kembali pada hari kiamat nanti. [6]
4.
At-Taqiyah
Taqiyah berarti memperlihatkan ketaatan dan kesetiaan untuk
menjaga kehormatan, jiwa, dan harta benda. Taqiyah adalah sebuah siasat
rahasia, yang menurut Syi’ah disebut an-Nizham as-Sirri (sistem
rahasia). Jika imam ingin melakukan pemberontakan atau kudeta terhadap
khalifah, maka ia menyusun strategi dan perencanaan yang matang. Lalu ia
memberitahukan rencana tersebut secara rahasia kepada para pengikutnya. Selama
rencana tersebut belum berhasil, mereka diharuskan tetap taat kepada khalifah
yang sah. Itulah makna taqiyah yang sesungguhnya. Jika merasakan adanya
ancaman dari orang kafir atau golongan Sunni, maka mereka berpura-pura tidak
terjadi apa-apa dan seakan-akan mereka tetap menjalani aturan. Sikap seperti
ini bisa juga disebut sebagai taqiyah. Atas dasar inilah, sebagian
mereka menyarankan kepada orang-orang Syi’ah yang berkumpul dengan Sunni agar
tetap mengikuti tata cara shalat, puasa, dan semua tata cara beragama ala
Sunni. Sikap Syi’ah yang seperti ini sangat bertolak belakang dengan pemikiran
khawarij yang mewajibkan untuk memberontak kepada penguasa yang zalim.[7]
C. Kelompok-kelompok
dalam Syi’ah
Kendati Syi’ah
telah terbagi-bagi dalam kelompok yang jumlahnya hampir tidak terhitung, tetapi
menurut al-Baghdadi (w. 429 H), pengarang kitab al-Farqu baina al-Firaq, secara
umum mereka terbagi menjadi empat kelompok dan masing-masing dari keempat
kelompok tersebut terbagi pula menjadi beberapa kelompok kecil. Hanya dua
kelompok diantara mereka itu yang dapat dimasukkan ke dalam golongan umat
Islam, yaitu kelompok az-Zaidiyah dan al-Imamiyah. Demikian menurut
al-Baghdadi. Berikut empat kelompom Syi’ah:
1.
Ghulat (Ekstremis)
Syi’ah kelompok
(ekstremis) ini hampir dapat dikatakan telah punah. Mereka antara lain adalah:
a.
As-Sabaiyah
Menurut
asy-Syahrastany, mereka adalah pengikut-pengikut Abdullah bin Saba’ yang konon
pernah berkata kepada Sayyidina Ali: “Anta Anta”, yakni Engkau adalah Tuhan.
Dia juga menyatakan dan mempopulerkan keyakinan bahwa Sayyidina Ali ra memiliki
tetesan ke-Tuhan-an. Dia menjema melalui awan. Guntur adalah suaranya, kilat
adalah senyumnya. Dia kelak akan turun kembali ke bumi untuk menegakkan keadilan
sempurna. Aliran kepercayaan yang serupa dengan ini bermacam-macam dan
bercabang-cabang pula.
b.
Al-Khaththabiyah
Mereka adalah
penganut aliran Abu al-Khaththab al-Asady, yang menyatakan bahwa Imam Ja’far
ash-Shadiq dan leluhurnya adalah Tuhan. Imam Ja’far sendiri mengingkari bahkan
mengutuk kelompok ini. Karena sikap Imam Ja’far yang tegas itu, maka
peimpinannya, yakni Abu al-Khaththab al-Asady, mengangkat dirinya sebagai Imam.
Ia mengajarkan para Nabi adalah Tuhan, bahkan Imam Ja’far dan para leluhurnya
pun dijadikannya Tuhan. Al-Khaththabiyah terbagi juga pada sekian kelompok yang
berbeda-beda. Sebagian diantara mereka percaya bahwa dunia itu kekal, tidak
akan binasa, surga adalah kenikmatan duniawi, mereka tidak mewajibkan shalat
dan membolehkan minuman keras.
c.
Al-Ghurabiyah
Cabang kelompok
ini, antara lain, percaya bahwa sebenarnya Allah mengutus malaikat Jibril as
kepada Ali bin Abi Thalib ra, tetapi malaikat itu keliru atau bahkan berkhianat
sehingga menyampaikan wahyu kepada Nabi. Karena itu mereka mengutuk malaikat
Jibril as sambil berkata: “Khana al-Amin/ yang dipercayai telah berkhianat”.
d.
Al-Qaramithah
Kelompok ini
dinisbahkan kepada seseorang yang bermukim di Kufah, Irak, yang bernama Hamdan
Ibn al-Asy’ast, dan dikenal luas dengan gelar Qirmith (si pendek), karena
perawakan dan kakinya sangat menonjol pendeknya. Kelompok ini pada mulanya
adalah kelompok yang terpengaruh oleh aliran Syi’ah Ismailiyah.
Keyakinan mereka
sangat ekstrem. Mereka, antara lain, menyatakan bahwa Sayyidina Ali ra adalah
Tuhan, bahwa setiap teks mempunyai makna lahir dan batin, dan yang penting
adalah makna batinnya. Mereka menganjurkan kebebasan seks dan kepemilikan
wanita dan harta secara bersama-sama, dengan dalih mempererat hubungan tali
kasih. Mereka juga membatalkan kewajiban shalat dan puasa. Ini antara lain yang
menjadikan kelompok induk mereka, yakni Syi’ah Ismailiyah mengutuk mereka.
Masih banyak
lagi cabang-cabang dari kelompok ekstrem ini, seperti al-Manshuriyah,
an-Nushaiziyah, al-Kayyaliyah, al-Kaisaniyah, dan masih banyak lainnya yang
dapat mencapai puluhan dengan aneka cabang dan pecahan-pecahannya.[8]
2.
Ismailiyah dan cabang-cabangnya
Kelompok Syi’ah
Ismailiyah hingga kini masih memiliki pengikut-pengikut yang setia, namun
sebagian dari kelompok-kelompoknya memiliki pandangan-pandangan yang dapat
dinilai menyimpang. Kini, Syi’ah Ismailiyah tersebar dalam kelompok minoritas
di sekian banyak Negara, antara lain Afghanistan, India, Pakistan, Suriah, dan
Yaman, serta beberapa Negara Barat, seperti di Inggris dan Amerika Utara.
Kelompok Syi’ah
Ismailiyah meyakini bahwa Ismail, Imam Ja’far ash-Shadiq, adalah imam yang
menggantikan ayahnya yang merupakan imam keenam dari aliran Syi’ah secara umum.
Memang setelah meninggalnya Imam Ja’far, sekelompok penganut Syi’ah percaya
bahwa putra beliau, Musa al-Kadzim adalah imam ketujuh, sebagaimana kepercayaan
Syi’ah Itsna ‘Asyariyah. Sedang kelompok lainnya mempercayai bahwa Ismail,
kemudian putranya, Muhammad, adalah Imam sesudah ayah mereka, padahal Ismail
wafat lima tahun sebelum wafatnya sang ayah (Imam Ja’far).
Ismail bin
Ja’far ash-Shadiq menurut kelompok ini sebenarnya belum wafat, kelak dia akan
tampil kembali di pentas bumi ini. Kedatangannya dinantikan oleh kelompok
Ismailiyah, sebagaimana kelompok Syi’ah Itsna ‘Asyariyah dan sebagian kelompok
Ahlussunnah menantikan kehadiran Imam Mahdi.[9]
3.
Az-Zaidiyah
Az-Zaidiyah
adalah kelompok Syi’ah pengikut Zaid bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin
Husain bin Ali bin Abi Thalib ra. Beliau lahir pada 80 H dan terbunuh pada 122
H. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat taat beribadah, berpengetahuan
luas sekaligus revolusioner.
Syi’ah Zaidiyah
menetapkan bahwa Imamah dapat diemban oleh siapapun yang memiliki garis
keturunan sampai dengan Fatimah, putri Rasulullah saw, baik dari keturunan
putra beliau, al-Hasan bin Ali, maupun al-Husain, dan selama yang bersangkutan
memiliki kemampuan keilmuan, adil, dan berani, keberanian yang mengantarnya
mengangkat senjata melawan kezaliman.[10]
Syi’ah Zaidiyah
kendati berkeyakinan bahwa Ali ra adalah sahabat Nabi yang termulia, bahkan
melebihi kemuliaan Abu Bakar, Umar, Utsman ra, namun mereka mengakui
sahabat-sahabat Nabi itu sebagai khalifah-khalifah yang sah. Karena itulah dank
arena keengganan mereka mempersalahkan para sahabat Nabi itu, apalagi mencaci
dan mengutuk mereka, maka pengikut-pengikut Imam Zaid dinamai dengan
ar-Rafidhah, yakni penolak (untuk) menyalahkan dan mencaci.
Az-Zaidiyah
dalam konteks menetapkan hukum menggunakan al-Qur’an dan Sunnah, dan nalar.
Mereka tidak membatasi penerimaan hadits dari keluarga Nabi semata-mata, tetapi
mengandalkan juga riwayat-riwayat dari sahabat-sahabat Nabi yang lain.
Demikianlah sekelumit pandangan Syi’ah az-Zaidiyah yang dinilai sebagai
kelompok Syi’ah yang paling dekat Ahlussunnah wa al-jamaah.
4.
Itsna ‘Asyariyah
Syi’ah Itsna
‘Asyariyah, biasa juga dikenal dengan nama Imamiyah atau Ja’fariyah, adalah
sekelompok Syi’ah yang yang mempercayai adanya dua belas imam yang kesemuanya
dari keturunan Ali ra dan Fathimah az-Zahra, putri Rasulullah saw.
Kelompok ini
merupakan mayoritas penduduk Iran, Irak, serta ditemukan juga di beberapa
daerah di Suriah, Kuwait, Bahrain, India, juga di Saudi Arabia, dan beberapa
daerah (bekas) Uni Sovyet.
Karena kelompok
ini merupakan mayoritas dari kelompok Syi’ah, maka sewajarnya mereka dan
pendapat-pendapat merekalah yang seharusnya diketengahkan ketika berbicara
tentang Syi’ah secara umum, bukannya pendapat ketiga kelompok tersebut di atas,
Ghulat, Ismailiyah, dan Zaidiyah.[11]
IV.
KESIMPULAN
Dari uraian di
atas dapat ambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Syi’ah dimaksudkan sebagai suatu golongan dalam Islam
yang beranggapan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra adalah orang yang berhak
sebagai khalifah pengganti Nabi, berdasarkan wasiatnya. Sedangkan
khalifah-khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan
adalah penggasab (perampas) kedudukan khalifah.
2. Imamah dan
khalifah adalah asas terpenting bagi golongan Syi’ah dan dianggap sebagai
pembeda antara golongan Syi’ah dan golongan lainnya. Ada empat hal pokok yang
berkaitan erat dengan masalah imamah dan khalifah, yaitu at-Ta’yin wa
at-Tanshish (penentuan dan penunjukkan), ‘Ishmah (keterjagaan dari
perbuatan dosa), al-Mahdiyyah wa ar-Raj’iyyah (kebangkitan dan kebebasan
dari api neraka), dan at-Taqiyah (menyembunyikan ke-Syi’ah-an
seseorang).
3. Kendati Syi’ah
telah terbagi-bagi dalam kelompok yang jumlahnya hampir tidak terhitung, tetapi
menurut al-Baghdadi (w. 429 H), pengarang kitab al-Farqu baina al-Firaq, secara
umum mereka terbagi menjadi empat kelompok dan masing-masing dari keempat
kelompok tersebut terbagi pula menjadi beberapa kelompok kecil. Hanya dua
kelompok diantara mereka itu yang dapat dimasukkan ke dalam golongan umat
Islam, yaitu kelompok az-Zaidiyah dan al-Imamiyah. Demikian menurut
al-Baghdadi. Berikut empat kelompom Syi’ah:
a. Ghulat
(Ekstremis)
b. Ismailiyah
c. Zaidiyah
d. Itsna ‘Asyariyah
[1] Ahmad Nahrawi Abdus Salam Al-Indunisi. Ensiklopedia
Imam Syafi’i. (Jakarta: Hikmah., 2008), hal. 95.
[2]. Sayyid al-Hashyimy & Muhammad Iqbal . Buku
Pintar Syi’ah: Pembela Sunnah Nabi Atas Paham Ahlu Sunnah. (Jakarta:
Inovasi. Tanpa Tahun.), hal. 19.
[3]. Sahilun A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) :
Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya. (Jakarta: Rajawali Pers. 2010). hal.
72.
[4]. M. Quraish Shihab. Sunnah-Syiah Bergandengan
Tangan! Mungkinkah? : Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran. (Jakarta:
Lentera Hati. 2007), hal. 60-61.
[5]. Sahilun A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) :
Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, hal. 72.
[6] Sahilun A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) :
Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, hal. 86.
[8]. M. Quraish Shihab. Sunnah-Syiah Bergandengan
Tangan! Mungkinkah? : Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran, hal. 69-73
[9]. M. Quraish Shihab. Sunnah-Syiah Bergandengan
Tangan! Mungkinkah? : Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran, hal. 73-78
[10]. Ihsan Ilahi Zhahier, Asy-Syi’ah Wat Tasawuf, (Bandung:
Al-Ma’arif, 1985), hal.255
[11]. M. Quraish Shihab. Sunnah-Syiah Bergandengan
Tangan! Mungkinkah? : Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran, hal. 78-83