Posted by : Unknown Tuesday, July 19, 2016

2 minggu lebih, isu ibukota lagi" membanjiri berita. Penggusuran kawasan kalijodo menuai pro-kontra deras. Dari pihak Pemda yg berniat mengalih-fungsi, Gubernur yg bersikeras mempercantik, masyarakat sekitar yg sudah tinggal menetap lama, pelanggan yg dirugikan, bahkan sang penguasa pun turun gunung. | Kawasan tersebut memang terkenal jadi lokalisasi. Padanan kata negatif dlm kaca mata publik sebagai tempat kemaksiatan, dosa-dosa diperjual-belikan dan markas kejahatan. Tempat dimana pekerja dan pelanggan saling 'tukar' keuntungan dan kenikmatan. Tempat dimana asusila dilegalkan dg lembaran-lembaran uang. | Tak hanya ibukota, tempat serupa juga ada di beberapa kota, bahkan sampai bertaraf internasional-gang d***y, s***t*m. Yang paling dekat dg Ts, SK kota smg. | Ada sebuah paradoks pertanyaan. Kenapa jelas-jelas tempat keburukan dibiarkan? Apa pemerintah tutup mata? Mana pemuka agama yg sering berkoar tentang syurga&neraka? Pasti, pasti pertanyaan" diatas dilontarkan. | Pertanyaan pun makin meruncing apabila menyangkut agama. Seakan-akan menghalalkan keharaman yg jelas. Namun, perlu kita fahami juga sudut pandang mereka, sebagai korban, pelanggan, 'backingan' bahkan sang empu kekuasaan. | - Bagi si korban, tak ada jalan lain, Buntu. Bukan tak ingin menjalani hidup normal, tersenyum tulus dan bebas menentukan nasib diri. Tapi ada ratusan alasan ia tak bisa pergi, ada jerat teramat kuat mengekang sendi-sendi tubuh. Benar-benar tak ada jalan lain, kecuali satu hal yaitu org luar biasa membebaskannya. | Percayalah, ada tangis mengiris disudut tembok kawasan tersebut, ada catatan pilu tentang harapan-harapan mereka utk bebas. | Masalah besarnya adl sikap sok suci. Merasa dirinya bersih, memandang si korban tak ubahnya sampah yg memang sepantasnya begitu. Memukul rata gudang maksiat dan dosa sebagai neraka dunia, jangan didekati, ga usahlah diurusi, masa bodoh. Padahal dlm neraka tersebut, banyak yg ingin berbuat benar dan masuk syurga. Tapi bagaimana bisa masuk syurga, banyak org yg sok suci sdh menutup mata, memandang jijik. | - bagi si pelanggan, kawasan tersebut sdh jadi tempat pelampiasan kebutuhan. Tentu para pekerja professional dan ahli dlm 'bidangnya', apalagi jika mulus dan masih segar. Cukup rogoh kocek sekian bisa ajak semaunya. Masa bodoh penyakit dan dosa. Yang ia tahu, punya uang bisa beli semuanya. | - si backingan, rugi besar mangsa besar lepas. Pundi uang mengalir harus dipertahankan. Tak bisa dipungkiri, pihak ini berdampak besar pada eksistensi sebuah tempat. Oknum bermasalah pun banyak berkecimpung dlm hal ini. Kekuasaan yg ia pegang bisa digunakan mengamankan kawasan tersebut, lebih tepatnya disalahgunakan. | Terakhir si empu kekuasaan. Uang, kemewahan, pesta, ditakuti orang dan segalanya tersedia. Cukup jadi alasan mengapa ia bertahan. Sungguh gila-baginya, jika kejayaan hancur begitu saja tanpa mati-matian memperjuangkan. | The Equalizer (2014), adl sebuah cermin kehidupan jerat 'neraka' kawasan tersebut. Diceritakan, Teri (Alina) adl si-korban yg diperlakukan semena-mena, dipukul bahkan wajahnya disiram air raksa. Frank jadi 'backing' kegiatan dan Pushkin sebagai kepala ular, gembong. Serta, peran utama Robert McCall adl org luar biasa. | Krn nasib Alina yg menyedihkan, McCall menyelamatkannya dg cara yg sangat 'hebat'. Dari ujung sampai pangkal. Batang sampai akar. Begitulah, paradoks kehidupan berlaku pada kawasan tersebut. | Sebuah kenyataan pahit. Manusia diperlakukan bak hewan mungkin lebih buruk, dipelihara, diberi makan, dipenuhi kebutuhan pokok, tapi kebebasan hanyalah mimpi dan angan-angan. | Sebuah hal manis bagi mereka yg menikmati hasil jerih-payah, tangisan dan penderitaan. ~~~~~ Satu hal, siapakah org luar biasa yg dpt meluruskan benang kusut bahkan sampai bisa mengganti benang kusut menjadi benang baru yg lebih indah?

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2025 The Pieces of My Life - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -